danpengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga 5 Moh. Roqib. Ilmu Pendidikan Islam. (Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 15 6 Ramaliyus, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hal.132 Artinya : "Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara, mencintai Nabimu, Mencintai Keluarganya dan Membaca Al-Qur’an". Ilmu ini Dibawa oleh Orang-orang yang Adil (para Ulama’) pada Setiap Generasi. Mereka Menghilangkan Penyimpangan Makna (alQuran dan Hadits) yang dilakukan oleh para Ahlul Bid’ah, Pengakuan dari para Penolak (Agama), dan Penafsiran (Menyimpang) dari Orang-orang yang Bodoh” Didiklah Anakmu dengan Tepat !! Desember 14, 2017; Informasi Didiklah anakmu, karena engkau akan ditanya tentang anakmu kelak (di hari kiamat): Apa yang telah engkau ajarkan? Dan anakmu akan ditanya tentang baktinya dan ketaatannya kepadamu.” Kajian Ilmiah dan Video Tanya Jawab Ilmu Agama Islam Melalui Group WA Kajian Islam. Ketik: Daftar Kirim ke: 628111833375. Blog; IlmuIslam. Aqidah; Fiqih; Fatwa; Ramadhan; Akhlak; Khutbah Jum’at; Keluarga; Muslimah Memuat artikel-artikel berkaitan dengan Muslimah. Tazkiyatun Nufus; Lain-lain; Berita. Berita Nasional; Berita Kegiatan Yayasan; Lain-Lain. Info Kajian; Gallery; Konsultasi Memuat berbagai artikel yang menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para pembaca. SabdaRasulullah SAW: "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan Didiklah anakmu dengan baik karena dia akan hidup pada zaman yang berbeda dari masamu. Begitulah kata Masro’in, S.Pd.I., M.Ag, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan saat memberikan tausiah pada acara wisuda siswa-siswi dari MI, MTS dan siswa SMA Perguruan Muhammadiyah I5gVop5. BOGOR – Rasulullah SAW memberikan tuntunan kepada orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Salah satu di antaranya hadis Rasulullah SAW yang menyuruh orang tua mendidik anaknya terkait tiga hal. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ali bin Abi Thalib RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anakmu atas tiga hal mencintai nabimu, mencintai ahli baitnya dan membaca Alquran. Sebab, orang yang mengamalkan Alquran nanti akan mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tiada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang-orang yang suci.” “Hadis di atas menegaskan perintah Nabi terkait tanggung jawab orang tua terhadap anaknya,” kata Ustaz Taufiqurrahman SQ saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani SBBI di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat 13/9. Pada kesempatan tersebut, Ustaz Taufiqurrahman membahas kitab Mukhtarul Hadits an Nabawiyah, hadis 48. “Sebagai orang tua, kita harus mendidik anak-anak kita agar selalu mencintai Nabi Muhammad SAW, keluarga Nabi dan baca-tulis Alquran,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis SBBI. Ia mengemukakan, yang dimaksudkan dengan mencintai dalam hadis di atas tidak hanya sekadar mengenal Nabi, keluarga Nabi dan Alquran. “Tidak kalah pentingnya adalah mengenal, memahami dan melaksanakan keteladanan dan pesan-pesan yang bersumber pada diri Rasulullah, keluarganya, dan Alquran,” paparnya. Taufiqurrahman mengemukakan, mendidik anak atas tiga hal di atas, pada saat ini tidak selalu mudah. Banyak tantangannya. Apalagi pada zaman gadget seperti ini ini. Anak-anak Indonesia, bahkan balita sudah sibuk memegang HP. Kalau orang tua tidak melakukan kontrol secara ketat, bisa berdampak negatif. “Saya beberapa waktu lalu berkunjung ke Cina. Di sana, negara produsen HP dan android, anak-anak tidak boleh memegang HP. Mereka baru boleh memegang HP saat sudah kuliah. Di Indonesia, anak-anak balita sudah main HP. Jadi, tantangan kita sebagai orang tua lebih berat lagi, untuk mengajak anak-anak kita mencintai Nabi, keluarga Nabi, dan baca-tulis Alquran,” paparnya. Ia mengutip ayat-ayat Alquran yang menegaskan pentingnya para orang tua memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan generasi Islam yang unggul dan taat kepada Allah. Salah satu di antaranya, QS An-Nisa ayat 9. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” “Wahai para orang tua, hendaklah kalian merasa khawatir meninggalkan keturunan yang lemah. Lemah sumber daya manusianya, lemah agamanya, dan juga lemah akhlaknya,” ujarnya. Selain itu, kata Taufiqurrahman, takutlah kepada Allah dan ucapkanlah kepada mereka anak-anak ucapan yg benar. “Hal ini sangat penting, sebab orang tua menjadi madrasah sekolah pertama bagi anak-anak kita,” tuturnya. Ayat lain adalah Alquran Surat An Nahl ayat 78, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” “Anak-anak lahir ke dunia dalam keadaan belum mempunyai ilmu apapun, belum mengetahui sesuatu apa pun. Karena itu, orang tua wajib wajib memberikan pendidikan yang sebaik-sebaiknya kepada anak-anaknya,” paparnya. Oleh Ahmad Supardi *Sabda Rasulullah SAW "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian". Artinya, ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan kehidupan masa hadist tersebut, sudah sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini serba berubah. Sesuatu yang hari ini istimewa, tapi pada 10 atau 20 tahun mendatang bisa jadi hanya hal yang biasa-biasa saja. Sesuatu yang hari ini mustahil, bisa jadi pada 10 atau 20 tahun mendatang adalah hal yang sangat mudah tahun 1981 atau sekitar 35 tahun lalu, tamatan SMA/ MA sederajat sangat dicari- cari untuk diusulkan jadi pegawai negeri sipil PNS, tapi sekarang atau sejak 5 tahun terakhir, jenjang SMA sama sekali tidak masuk dalam kategori penerimaan pegawai, kecuali honorer. Kondisi tersebut terus berubah, bahkan saat ini tamatan S1 atau S2 sudah tidak terlalu istimewa lagi, apalagi dimasa depan. Fenomena itu menggambarkan kemajuan zaman yang terus berubah. Karena itu, agar para guru, para orang tua terus mengembangkan pengetahuannya dalam Ilmu Pengetahuan, dan mengajarkan anak- anak sesuai dengan kepentingan masa yang akan datang, bukan masa kini apalagi masa lalu. Ketika zaman berubah tentu tantangannyapun berubah, baik itu tantangan untuk bertahan hidup, tantangan dalam pergaulan, tantangan dalam menuntut ilmu serta tantangan-tantangan lainnya. Perubahan zaman inipun berdampak pada perubahan cara kita mendidik dan berkomunikasi dengan di masa sekolah dahulu telah berubah. Dari mulai masa-masa berburu, dimana manusia bertahan hidup dengan cara cara berburuh, kemudian berkembang dengan mulai bercocok tanam, kemudian berkembang lagi dengan mulai pandai mengelolah hasil cocok tanam/ perkembangan zaman, berbagai macam teknologi mulai berkembang, seperti ditemukannya mesin dan sekarang masuk masa informasi. Jadi dapat kita lihat, orang yang paling sukses adalah mereka yang paling cepat menguasai informasi hal ini ditandai dengan serba mudahnya kita mendapatkan akses untuk sebuah informasi melalui teknologi orang bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, karena pada dasarnya manusia dianuegerahi kecerdasan, ada jutaan sel didalam kepala manusia untuk menopang itu. Bedanya adalah kesungguhan manusia untuk menggunakan otak, padahal semakin sering digunakan maka semakin pintar seseorang, tapi sebaliknya, semakin jarang otak digunakan maka otak akan semakin ilmu pengetahuan itu ada dalam Islam. Itu dijelaskan dalam banyak ayat dan hadist. Bahkan Allah akan meninggikan orang- orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat, dan sumber kebahagian dunia dan akhirat adalah dengan ilmu itu, kondisi tersebut menjadi 'PR' bagi guru dan orang tua dalam mempersiapkan anak- anak agar siap menghadapi tuntutan zamannya. Sehingga anak menjadi anak yang bermanfaat serta berdaya guna serta jadi amal kebaikan orang tua 2013 berusaha menyesuaikan dengan kondisi dinamis pendidikan, dimana didalamnya tidak hanya menekankan siswa untuk belajar ilmu-ilmu umum, tetap juga agama, etitut dan lainnya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan akan datang. Untuk itu, guru dan orang tua sangat berperan dalam membawa masa depan anak. Untuk itu, orangtua dan guru dapat berperan aktif dalam pendidikan anak- anak nya, sehingga tumbuh dan kembang sesuai yang dibutuhkan zaman dengan tidak lepas dari kontrol agama. * Kakanwil Kemenag Provinsi Riau sumber RENUNGAN Amsal 2917 Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu. Dalam kesempatan berdiskusi dengan anak-anak remaja di sekolah minggu soal siapa idola mereka, berbagai idola yang terlontar dari pembicaraan mereka. Ada yang mengidolakan artis selebriti, penyiar TV, orang kaya raya, ilmuwan, presiden, pemain sepak bola, dan sebagainya. Tentu ada alasannya dalam mereka memilih idolanya. Dari sekian banyak anak remaja yang ditanya, ada 2 orang wanita mengatakan bahwa idolanya adalah ibunya. Terus ada seorang pria katakan bahwa idolanya adalah ayahnya dan satu lagi katakan gurunya. Tentu sangat baik jika seorang anak mengidolakan orang tuanya. Namun tidak banyak seperti itu. Bagi kita para orang tua, tidaklah masalah apakah kita menjadi idola atau tidak. Bahkan mungkin juga kita sangat jauh dari idola tersebut di hati anak-anak kita. Yang penting setiap orang tua wajib mendidik anak-anaknya. Anak-anak juga wajib menerima didikan orang tuanya. Saat mendidik dan dididik sering tidak nyaman, tapi harus. Pendidikan yang baik membuat setiap orang menjadi lebih dewasa. Pendidikan memberikan ketenteraman dan mendatangkan sukacita kata penulis Amsal. Banyak kerusuhan dan kegaduhan terjadi karena ulah orang pintar dan cerdas otaknya serta segudang gelarnya, tapi dia sebetulnya tidak terdidik. Orang seperti ini akan menjadi perusak dan pembawa bencana. Itu yang sering terlihat dan terjadi di keluarga dan masyarakat, bahkan juga di gereja atau persekutuan. Banyak manusia yang encer otaknya dan penuh… banyak tahu, pintar bicara, tapi hatinya keruh dan kerdil. Orang seperti ini sudah belajar banyak hal, tapi tidak terdidik. Ibarat kue… bagus cetakannya, tapi salah resep sehingga tidak bisa dinikmati. Oleh sebab itulah penulis Amsal ingatkan akan pentingnya orang tua mendidik anak-anaknya, dan anak-anak juga harus menerima didikan orang tuanya. Harus berjalan dua-duanya… timbal balik ! Dari pendidikan yang baik itulah datangnya ketenteraman dan kedamaian. Apalagi jika pendidikan itu sumbernya adalah ajaran Yesus, maka SEMPURNA pendidikan kita. Akan muncul generasi yang hebat… cerdas otaknya dan bersih hatinya. Semoga ! Selamat bekerja. Selamat berkarya. Selamat beraktifitas. Selamat melayani. Tuhan senantiasa memberkati dan menyertai kita. Amin. Teriring salam dan doa, Alamta Singarimbun-Bandung Alamta Singarimbun adalah seorang Doktor dari Universitas Kyushu ini bekerja sebagai Dosen di Departemen Fisika ITB sejak tahun 1987 dan juga Dosen Agama & Etika Kristen Protestan di ITB sejak tahún 2011. Tahun 2013 ditahbiskan sebagai Pendeta Kampus Campus Chappel di Gereja Anglikan Indonesia. Baca selengkapnya Comments comments “Jangan paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di zaman mereka, bukan zamanmu” – Socrates Kutipan di atas ditulis oleh Imam Ahmad al-Syahrastani dalam kitabnya yang sangat masyhur terkait sejarah aliran-aliran pemikiran yang hingga saat ini masih menjadi rujukan, al-Milal wa al-Nihal 1404, juz 2 82. Kitab yang lahir pada masa keemasan Islam ini dapat disebut juga sebagai ensiklopedia pemikiran dan kepercayaan. Banyak yang menyandarkan perkataan tersebut kepada Imam Ali bin Abi Thalib. Namun, penyandaran ini belum dapat jelas validitasnya. Parahnya, ada yang menyebutnya sebagai hadits. Hal ini tak masalah jika hadits dimaknai sebagai sinonim dari khabar, karena sejatinya khabar dapat disandarkan kepada Nabi maupun selainnya. Salah satu yang pernah menyebutnya sebagai hadits ialah Kuntowijoyo dalam buku kumpulan essainya yang berjudul, “Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas” 2002 60. Dalam bukunya ia menyebutkan, “Didiklah anak-anakmu, sebab mereka akan mengalami zaman yang berbeda dengan zamanmu” hadits.Terlepas dari kontroversi kevalidannya, kata-kata di atas sebenarnya memiliki nilai yang dapat kita pegang, yaitu menata sistem pendidikan yang sesuai dengan zamannya. Barangkali kita pernah membaca perkataan sahabat Nabi, Umar bin Khattab radliyallahu anh ketika menulis untuk penduduk daerah Himsh علموا أولادكم السباحة والرماية والفروسية “Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah, dan menunggang kuda” Abdullah al-Qayrawâni, al-Nawâdir wa al-Ziyâdât, Dâr el-Garb al-Islâmî, juz 3, hal. 39 Atau sabda Nabi yang lain, Uqbah bin Amir Al-Juhani, sebagaimana tertulis dalam kitab Shahîh Muslim مَنْ علِمَ الرَّمْىَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى “Siapa pun yang telah diajarkan memanah dan kemudian meninggalkannya maka dia bukan golongan kami, atau telah durhaka terhadap Nabi” HR Muslim. Dua nash di atas melambangkan aktivitas yang sangat urgen untuk dipelajari pada masa itu, yaitu berenang, memanah dan menunggang kuda. Peperangan zaman dahulu diwarnai dengan aksi saling panah, dan pasukannya menunggang kuda. Maka tidak heran jika tiga pekerjaan tadi sangat dianjurkan untuk diajarkan, bahkan ada redaksi kecaman bagi orang yang sudah mempelajari memanah kemudian dilupakan. Hadits di atas sepertinya tidak dapat diamalkan secara harfiah. Namun, makna dan nilainya dapat kita serap untuk disesuaikan dengan kebutuhan di zaman modern ini, misalnya latihan menembak dalam konteks sistem pertahanan dan keamanan atau berkendara. Barangkali tembak-menembak tidak berlaku bagi sebagian orang, namun, bagi tentara yang bertugas mendamaikan peperangan, keahlian ini sangat diperlukan. Pun kemampuan berkendara, sangat penting sekali. Tidak hanya soal perang, berkendara adalah soal transportasi yang memudahkan umat manusia untuk bepergian dan beraktivitas ke sana-sini. Relevan dengan Kebutuhan Zaman Jika kita membaca kitab kuning yang diperuntukkan bagi mubtadi`în tingkatan pemula pada masanya, selalu terdapat redaksi yang menyebut bahwa teks kitab tersebut diperuntukkan bagi pemula agar mereka mudah menyerap isinya. Misalnya dalam kitab Matn al-Taqrîb karya al-Qâdhi Abû Syujâ’ menyebutkan سألني بعض الأصدقاء حفظهم الله تعالى، أن أعمل مختصرا في الفقه على مذهب الإمام الشافعي رحمة الله عليه ورضوانه، في غاية الاختصار ونهاية الإيجازليقرب على المتعلم درسه ويسهل على المبتدئ حفظه ، وأن أكثر من التقسيمات وحصر الخصال “Aku diminta oleh sebagian teman untuk menyusun ringkasan fiqih mazhab Syafi'i yang sangat ringkas dan sederhana, dan memperbanyak pembagian yang sistematis agar mudah dipelajari dan dihafal oleh mubtadiîn” Qâdhi Abu Syujâ’, Matan al-Ghâyah wa at-Taqrîb, Alam al-kutub, h. 2. Begitupun dalam Nadham al-Imrîthî, Syekh Syarafuddin menyebutkan نَظَمْتُهَا نَظْمًا بَدِيعًا مُقْتَدِي ۞ بِالْأَصْلِ فِي تَقْرِيبِهِ لِلْمُبْتَدِي “Kitab tersebut aku jadikan nadham yang indah, dengan mengikuti kitab asalnya untukmemudahkan para pemula yang belajar ilmu nahwu.” وَقَدْ حَذَفْتُ مِنْهُ مَا عَنْهُ غِنَى ۞ وَزِدْتُهُ فَوَائِدًا بِهَا الْغِنَى “Aku telah membuang sebagian yang kurang perlu, dan aku tambahkan beberapa faidah yang cukup penting.” Dari dua contoh di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan dalam penyesuaian pendidikan. Pertama, bagi seorang pemula hendaknya pelajaran diringkas dan tidak bertele-tele. Kedua, bentuknya dibuat pembagian-pembagian supaya sistematis. Ketiga, menggunakan metode pendekatan sesuai kapasitas pelajar, seperti dikatakan dalam Imrithi, fî taqrîbihi lil mubtadî. Keempat, melihat dari nadham Imrithi, bagi seorang pelajar ketika itu, nadham merupakan bentuk teks yang memudahkan untuk dipelajari, dihafal, dan dipahami. Kelima, ajarkan apa yang diperlukan oleh murid. Dua kitab di atas merupakan contoh dari kurikulum yang mengikuti masanya. Dan kurikulum masa lalu belum tentu cocok seluruhnya dengan masa sekarang, dengan banyaknya pergeseran keadaan, tradisi, dan budaya. Para ulama sekarang mungkin tidak semestinya semuanya menyusun kitab berbentuk nadham, cukup berbentuk natsr teks biasa saja, karena sulitnya memahami pelajaran lewat nadham. Sekolah-sekolah umum tidak mesti mewajibkan semua muridnya mempelajari ilmu faraidh yang mendalam dilihat dari kebutuhan para siswa, karena di pesantren ilmu tersebut sudah diajarkan kepada para santri yang dikira lebih membutuhkan. Melihat kepada pendidikan di masa pandemi seperti saat ini, perlu juga adanya penyesuaian pendidikan sebagaimana keadaan yang ada. Inovasi pendidikan berbasis teknologi atau platform yang mendukung pembelajaran merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi ada gejala pelajaran yang makin berkurang di tengah pandemi, karena kurang dekatnya interaksi antara guru dan murid sebagai efek pembelajaran di rumah melalui aplikasi. Di sisi lain, gerakkan penyesuaian pendidikan tidak dapat berjalan tanpa ada bantuan dari pemerintah, entah berupa sistem, pengarahan, maupun dukungan finansial. Akhir-akhir ini kita sering mendengar keluhan pelajar yang belajar dari rumah, mulai dari tugas yang diberikan begitu berat, tugas hanya menyalin buku sebanyak-banyaknya, jam pelajaran yang sama seperti biasanya, tidak memiliki kuota karena kurang mampu membelinya, bahkan tidak memiliki perangkat untuk pembelajaran daring. Dari fenomena ini masih banyak lagi yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dari sistem pembelajaran di tengah pandemi, yang menyesuaikan keadaan dan kebutuhan para pelajar. Sedikit demi sedikit perbaikan dalam sistem pembelajaran dapat melihat dari penyusun kitab seperti contoh di atas, bagaimana mereka menyesuaikan materi kepada para pelajar, yang akhirnya pelajaran tersebut dapat dikuasai para murid dan bermanfaat bagi orang banyak. Amien Nurhakim, Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat, Tangerang Selatan Oleh Stefanus Widananta Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan Efesus 6;4 Mendidik anak adalah salah satu tugas dari orang tua, namun sayangnya banyak orang tua yang lebih mementingkan pendidikan intelektual daripada spiritual. Orang tua lebih takut dan kuatir kalau anaknya tidak pintar secara intelektual dan miskin secara materi, daripada tidak memiliki iman yang baik dan bertumbuh. Anak bagaikan kertas kosong ketika mereka dilahirkan, jika kita mendidik dengan warna yang salah, maka mereka akan terbentuk dengan warna yang salah juga. Ketika kita mendidik mereka untuk takut kepada Tuhan, maka didikan itu mendatangkan hikmat. Firman Tuhan mengingatkan kita agar mendidik anak-anak kita di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Bangsa Israel melakukan pendidikan kepada anak-anaknya untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan, secara berulang-ulang dan membicarakan kebenaran firman Tuhan dengan anak-anak mereka, ketika mereka duduk di rumah, ketika mereka sedang dalam perjalanan, ketika berbaring dan ketika mereka bangun. Orang Israel menganggap perintah itu sebagai “syema”, suatu perintah penting yang harus sungguh-sungguh diperhatikan. Bagi orang Israel, pendidikan rohani merupakan bagian integral dari perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Syema ini menjadi cara bagi orang tua unyuk mendidik anak-anaknya. Salomo mengatakan, “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu dan mendatangkan sukacita kepadamu”. “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya. Tuhan Yesus memberkati.

didiklah anakmu dengan ilmu agama