AnalisisCerpen Laila Karya Putu Wijaya. A.Sinopsis. Cerpen LAILA mengisahkan tentang kehidupan seorang pembantu rumah tangga yang bekerja pada sebuah keluarga yang disebutkan sebagai keluarga "Tokoh Saya". Dimana dalam keluarga ini mengalami sekelumit masalah rumah tangga yang dikarenakan takut ditinggal pembantunya berhenti bekerja.
Ronidin (2015). Pembacaan Dekonstruksi Cerpen "Zina" Karya Putu Wijaya. Jurnal Puitika 2 (1). Sarup, Madan. (2008). Panduan Pengantar untuk Memahami Postrukturalisme & Posmodernisme (Terjemahan Medhy Aginta Hidayat). Yogyakarta: Jalasutra. Zulfadhli. (2009). Dekonstruksi dalam Cerpen Malin Kundang, Ibunya Durhaka Karya A. A. Navis.
Tidak Sama sekali tidak. Ia justru mengeluarkan seruan yang mengejek para seniman yang sudah ramai-ramai hijrah ke Jakarta, mengejar nama dan duit. Ia berseru, berjanji, mirip sebuah sumpah, ia akan terus bertahan di Yogya. Menampik budaya kota, hidup dekat dengan lingkunganserta alam.
Tibatiba Kaisar dilaporkan mendapat mimpi buruk. Selain itu, ujaran-ujaran pendek "bernas" yang bertebaran di cerpen itu, juga di setiap karya Putu Wijaya yang lain, mengingatkan kita pada aforisme-aforisme yang dilakukan oleh Friedrich Nietzche. Dalam banyak karyanya, Nietzche juga menuangkan pikirannya dalam bentuk renungan-renungan
Mainanhati. LAKI-LAKI SEJATI Karangan Putu Wijaya Seorang perempuan muda bertanya kepada ibunya Koleksi Cerpen / Novel Online " Pujuk emak Nurin lagi pada suaminya yang garang itu Cerpen : Boss aku, Garang Gila!!! (2) *haiiyyyaakkkk dah sambung pun miliki sekarang juga alat bantu sex pria vagina senter ini ! dapatkan miliki sekarang juga
Maaf By admin at 17 October, 2010, 05:02. Pada hari raya Idul Fitri muncul tamu yang tak dikenal di rumahku. Aku pura-pura saja akrab, lalu menerimanya dengan ramah tamah. Terjadi percakapan. Mula-mula sangat seret, sebab aku sangat berhati-hati jangan sampai kedokku terbuka. Di samping itu, diam-diam aku berusaha keras untuk membongkar
ZI3kMR. Jakarta - Putu Wijaya adalah seorang penulis Indonesia, yang dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu tokoh sastra paling terkemuka di Indonesia. Ia dikenal sebagai penulis serba bisa. Selama menjadi penulis, ia telah mengeluarkan banyak karya, seperti drama, cerpen, esai, novel, dan juga skenario film, pelukis, dan bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya ini lahir pada 11 April 1944 di Tabanan, Bali. Sewaktu muda, Putu Wijaya mengenyam pendidikan dari sekolah rakyat hingga sekolah menengah atas di Bali. Pada masa remaja, Putu Wijaya sudah menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat SMP, ia mulai menulis cerita pendek dan beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Setelah lulus SMA, Putu Wijaya melanjutkan pendidikan tinggi di Yogyakarta. Dilansir dari Ensiklopedia Sastra Indonesia, ia melanjutkan studi di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada dan mendapat gelar sarjana hukum pada 28 Juni 1969. Selain itu, Putu Wijaya juga belajar di Akademi Seni Drama dan Film Asdrafi selama setahun pada tujuh tahun di Yogyakarta, Putu Wijaya pun pindah ke Jakarta. Mengutip buku Telegram 2011 karya Putu Wijaya, di Jakarta ia memulai karier sastranya saat menjadi jurnalis untuk Tempo dan Zaman. Karya Sastrawan Putu Wijaya Pada 1975, ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Kemudian pada 1985, Putu Wijaya berkesempatan bermain dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, ia kembali mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan Festival Horizonte III di Berlin. Semenjak itu, karier Putu Wijaya dalam bidang drama kian melejit. Ia pun lebih dikenal sebagai penulis naskah drama. Selain itu, Putu Wijaya juga dikenal sebagai penulis novel yang memiliki aliran baru. Novel-novel yang karya Putu Wijaya bercorak kejiwaan dan filsafat. Corak itulah yang kemudian menjadi ciri dari tulisan Putu Wijaya. Selain menulis naskah drama dan novel, Putu Wijaya juga menulis beberapa cerita pendek cerpen. Dilansir dari laman Alumni UGM, penulis karya sastra ini telah menerbitkan banyak karya terkenal dan bahkan, diadaptasi ke beberapa bahasa lain seperti Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand. I Gusti Ngurah Putu Wijaya juga dikenal sebagai inspirasi di industri teater tanah air. Berbagai macam karya legendaris Putu Wijaya telah membawa perubahan bagi bangsa, menjadikannya panutan di dunia teater. Karya Putu WijayaIklan Dirangkum dari berbagai sumber, berikut karya-karya Putu Teater Admin R YMI 2012-sekarang Skenario Film Bayang-Bayang Kelabu 1979 Sepasang Merpati 1979Perawan Desa 1980 Dr Karmila 1981 Kembang Kembangan 1985 Ramadhan dan Ramona 1992 Skenario Sinetron Dukun Palsu 1995 Nostalgia 2000 Bukan Impian Semusim 2003 Drama Dalam Cahaya Bulan 1966 Lautan Bernyanyi 1967 Bila Malam Bertambah Malam 1970 Invalid 1974 Tak Sampai Tiga Bulan 1974 Anu 1974 Aduh 1975 Dag-Dig-Dug 1976 Gerr 1986 Edan 1988 Hum-Pim-Pah 1992 Novel Bila Malam Bertambah Malam 1971 Telegram 1972 Stasiun 1977 Pabrik 1976 Keok 1978 Byar Pet Pustaka Firdaus, 1995 Kroco Pustaka Firdaus, 1995 Dar Der Dor Grasindo, 1996 Aus Grasindo, 1996 Sobat 1981 Tiba-Tiba Malam 1977 Pol 1987 Terror 1991 Merdeka 1994 Perang 1992 Lima 1992 Nol 1992 Dang Dut 1992 Cas-Cis-Cus 1995 Cerpen Es Campur 1980 Gres 1982 Protes 1994 Darah 1995 Yel 1995 Blok 1994 Zig Zag 1996 Tidak 1999 Peradilan Rakyat 2006 Keadilan 2012 Penghargaan Pemenang penulisan lakon Depsos Yogyakarta Pemenang penulisan puisi Suluh Indonesia Bali Pemenang penulisan novel IKAPI Pemenang penulisan drama BPTNI Pemenang penulisan drama Safari Pemenang penulisan cerita film Deppen 1977 Tiga buah Piala Citra untuk penulisan skenario 1980, 1985, 1992 Tiga kali pemenang sayembara penulisan novel DKJ Empat kali pemenang sayembara penulisan lakon DKJ Pemenang penulisan esai DKJ Dua kali pemenang penulisan novel Femina Dua kali pemenang penulisan cerpen Femina Pemenang penulisan cerpen Kartini Hadiah buku terbaik Depdikbud Yel Pemenang sinetron komedi FSI 1995 SEA Write Award 1980 di Bangkok Pemenang penulisan esai Kompas Anugerah Seni dari Menteri P&K, Dr Fuad Hasan 1991 Penerima Profesional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto, Jepang 1991-1992 Anugerah Seni dari Gubernur Bali 1993 Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan Presiden RI 2004 Penghargaan Achmad Bakrie 2007 Penghargaan Akademi Jakarta 2009M. RIZQI AKBARBaca 78 Tahun Putu Wijaya, Jurnalis yang Besar di Panggung TeaterSelalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari di kanal Telegram “ Update”. Klik untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Karya sastra adalah salah satu jenis karya seni yang mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan daya khayal seorang pengarang. Karya sastra sering kali menggunakan bahasa yang kreatif dan dipilih secara hati-hati untuk menciptakan efek emosional atau artistik pada pembacanya. Dengan melihat dan mendengarkan sebuah karya sastra yang indah, maka keindahan tersebut dapat menggetarkan sukma serta menimbulkan pandangan hati, seperti keharuan, kemesraan, dan kebencian bagi penikmatnya. Hasil dari karya sastra baik yang berupa puisi, prosa, maupun drama telah kita ketahui bersama bentuknya. Salah satu karya sastra prosa ialah drama. Drama merupakan salah satu genre sastra yang hidup dalam dunia, yaitu “Seni sastra dan seni pertunjukan atau teater”. Salah satu pementasan drama yang membuat hati penonton terpukau, yaitu drama “Trik” yang dipentaskan oleh DIK 4-A, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan dosen pembimbing yang mendampingi selama melakukan persiapan pementasan drama sampai hari pementasan tiba, yaitu Ibu Dr. Suci Sundusiah, Pementasan drama tersebut dilaksankan pada hari Kamis, 25 Mei 2023 di Gedung Amphiteater UPI. Drama “Trik” merupakan adaptasi cerita pendek “Trik” karya Putu Wijaya. Putu Wijaya merupakan sosok sastrawan yang hebat dengan segudang karya yang ia hasilkan. Naskah drama “Trik” ditulis oleh Hana Alifia Az Zahra dan Yusriyyah Rohadatul “Trik” menceritakan tentang sosok perempuan bernama Nyonya Baron yang ingin menjadi penguasa di suatu hunian. Konflik cerita ini bermula ketika Nyonya Baron mengundang Pak Amat selaku ketua RT dan istrinya Bu Amat untuk datang kerumahnya membicarakan suatu persoalan. Sementara itu, Taksu dan Katsu yang mengetahui hal tersebut menaruh rasa curiga kepada Pak Amat, Bu Amat, dan khususnya kepada Nyonya Baron. Mereka menduga bahwa ketiga orang tersebut sedang merencanakan hal buruk terhadap hunian mereka. Ternyata dugaan tersebut benar adanya. Selain ingin menitipkan sebuah kunci dan memberikan amplop yang berisi cek sebesar Rp kepada Pak Amat dan Bu Amat. Nyonya Baron juga menjelaskan bahwa ia ingin membangun sebuah proyek besar atau yang ia sebut dengan mega proyek di daerah tersebut yang nantinya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat, setidaknya dapat meningkatkan derajat masyarakat hunian tersebut menjadi lebih baik. Setelah itu, konflik puncak terjadi seiring dengan adanya mega proyek yang direncanakan oleh Nyonya Baron lantas membuat masyarakat mulai merencanakan perlawanan dengan membakar rumah Nyonya Baron agar ia keluar dari hunian mereka. Adanya tarian yang dilakukan oleh penari di atas panggung pementasan menjadi representasi bahwa mereka membakar dan menghancurkan rumah Nyonya Baron hingga ludes terbakar. Pak Amat dan Bu Amat merasa kebingungan dan takut disalahkan atas terjadinya hal tersebut. Setelah mengetahui kejadian itu, Nyonya Baron mempertanyakan keberadaan kunci miliknya karena ia sangat khawatir jika kunci tersebut hilang dan ternyata kunci itu tidak hilang, Bu Amat lah yang menemukannya. Kemudian Nyonya Baron memberikan paper bag yang berisi amplop kepada Pak Amat dan Bu Amat yang nantinya akan diberikan kepada masyarakat sebagai modal usaha. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Putu Wijaya, begitu nama yang lebih sering didengar oleh telinga. Sastrawan Indonesia yang sudah berusia 76 tahun ini memiliki nama asli I Gusti Ngurah Taksu Wijaya. Ya, dari namanya sudah terlihat bahwa beliau berasal dari Bali. Lahir dan besar di Tabanan, Bali lebih tepatnya, Putu Wijaya sudah memiliki hobi membaca buku sejak kecil. Beliau sangat tertarik dalam dunia sastra. Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, cerita pendek berjudul “Etsa” yang ditulisnya berhasil dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Beranjak ke Sekolah Menengah Atas, beliau mencoba hal baru yaitu mengikuti pementasan drama di Wijaya, sumber menyelesaikan SMA-nya di Bali, Putu Wijaya merantau ke Jogja, Kota Seni dan Budaya, untuk melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Ketertarikanya pada sastra dan seni yang dalam mendorong beliau untuk belajar seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia ASRI. Selain itu, beliau juga menyambi di Akademi Seni Drama dan Film ASDRAFI untuk menekuni seni drama. Tak hanya itu, di kota itu juga beliau turut ikut serta dalam Bengkel Teater yang diasuh oleh W. S. Rendra, seorang sastrawan yang namanya sudah besar di Indonesia. Putu Wijaya memutuskan untuk pergi ke Jakarta setelah mendapatkan gelar sarjana hukumnya pada tahun 1969. Di Jakarta, beliau bergabung dengan Teater Kecil dan Teater Populer sembari bekerja di majalah Tempo sebagai redaktur. Lama bekerja disana, Putu Wijaya mendirikan Teater Mandiri bersama rekan-rekan kerjanya pada tahun seorang sastrawan serta dramawan, Putu Wijaya sudah banyak mengeluarkan karya-karya yang tak terhitung novel dan naskah drama, ratusan esai, serta ribuan cerita pendek sudah ditulis Putu Wijaya sejak beliau masuk dalam dunia sastra. Beberapa novel yang telah beliau tulis antara lain Keok, Tiba-Tiba Malam, dan Dar Der Keok karya Putu Wijaya, sumber lupa beliau juga telah mementaskan puluhan teater di dalam maupun luar negeri. Salah satunya yaitu naskah Aum Roar yang dipentaskan di Madison, Connecticut, Amerika Serikat. Putu Wijaya juga tidak jarang ikut mementaskan naskah drama yang beliau tulis sendiri. Salah satunya yaitu naskah drama yang berjudul Lautan Bernyanyi pada tahun Guru, Karya Putu WijayaSaat saya mencari-cari cerpen untuk dibaca, saya berhenti pada satu cerpen berjudul Guru, karya Putu Wijaya. Mungkin bagi sebagian orang judul ini tidak menarik mata. Tapi, entah mengapa saya memutuskan untuk ini mengisahkan seorang bapak yang resah dan marah akan keinginan anaknya, Taksu. Bapak ini tidak senang bahwa Taksu bercita-cita menjadi guru. Menurutnya, guru merupakan pekerjaan yang tak memiliki masa depan, guru merupakan pekerjaan bagi orang yang gagal. Ia telah mencoba segala cara, seperti membelikan mobil untuk Taksu agar Taksu berubah pikiran untuk tidak bercita-cita sebagai guru lagi. Namun, usahanya gagal. Taksu tetap teguh bahwa ia ingin menjadi guru, tak peduli apa yang bapaknya katakan. Cerpen ini berakhir 10 tahun kemudian, sang bapak sudah tak lagi resah dan marah. Taksu telah menjadi guru. Guru bagi anak muda, bangsa dan negara karena telah menularkan etos selesai membaca cerpen "Guru" ini saya menyadari suatu hal. Bahwa di era sekarang, profesi guru masih kerap dipandang sebelah mata. Masih banyak orang seperti tokoh "bapak" pada cerpen Putu Wijaya ini dalam dunia nyata. Orang-orang yang menganggap bahwa guru bukanlah profesi yang patut cerpen ini saya dapat mengambil suatu pesan. Jika kita memiliki mimpi untuk masa depan kita, kita harus fokus terhadap mimpi tersebut dan menghiraukan segala perkataan negatif yang dilontarkan orang lain. Karena pada akhirnya, kita yang akan menjalani hidup kita sendiri, bukan mereka. Jika kita berhasil menggapai mimpi yang kita punya, orang lain dengan sendirinya akan menyadari kemampuan saya, cerpen Putu Wijaya ini merupakan cerpen yang patut diacungi jempol. Melalui cerpen ini beliau menceritakan hal yang nyata adanya di kehidupan masyarakat.
Tulisan ini tidak sengaja aku temukan saat sedang merapikan file-file dan dokumen yang mungkin sudah tidak diperlukan lagi. Beginilah cerita pendek yang berjudul “Lelaki Sejati” karya Putu Wijaya LAKI-LAKI SEJATI Cerpen Putu Wijaya Seorang perempuan muda bertanya kepada ibunya. Ibu, lelaki sejati itu seperti apa? Ibunya terkejut. Ia memandang takjub pada anak yang di luar pengamatannya sudah menjadi gadis jelita itu. Terpesona, karena waktu tak mau menunggu. Rasanya baru kemarin anak itu masih ngompol di sampingnya sehingga kasur berbau pesing. Tiba-tiba saja kini ia sudah menjadi perempuan yang punya banyak pertanyaan. Sepasang matanya yang dulu sering belekan itu, sekarang bagai sorot lampu mobil pada malam gelap. Sinarnya begitu tajam. Sekelilingnya jadi ikut memantulkan cahaya. Namun jalan yang ada di depan hidungnya sendiri, yang sedang ia tempuh, nampak masih berkabut. Hidup memang sebuah rahasia besar yang tak hanya dialami dalam cerita di dalam pengalaman orang lain, karena harus ditempuh sendiri. Kenapa kamu menanyakan itu, anakku? Sebab aku ingin tahu. Dan sesudah tahu? Aku tak tahu. Wajah gadis itu menjadi merah. Ibunya paham, karena ia pun pernah muda dan ingin menanyakan hal yang sama kepada ibunya, tetapi tidak berani. Waktu itu perasaan tidak pernah dibicarakan, apalagi yang menyangkut cinta. Kalaupun dicoba, jawaban yang muncul sering menyesatkan. Karena orang tua cenderung menyembunyikan rahasia kehidupan dari anak-anaknya yang dianggapnya belum cukup siap untuk mengalami. Kini segalanya sudah berubah. Anak-anak ingin tahu tak hanya yang harus mereka ketahui, tetapi semuanya. Termasuk yang dulu tabu. Mereka senang pada bahaya. Setelah menarik napas, ibu itu mengusap kepala putrinya dan berbisik. Jangan malu, anakku. Sebuah rahasia tak akan menguraikan dirinya, kalau kau sendiri tak penasaran untuk membukanya. Sebuah rahasia dimulai dengan rasa ingin tahu, meskipun sebenarnya kamu sudah tahu. Hanya karena kamu tidak pernah mengalami sendiri, pengetahuanmu hanya menjadi potret asing yang kamu baca dari buku. Banyak orang tua menyembunyikannya, karena pengetahuan yang tidak perlu akan membuat hidupmu berat dan mungkin sekali patah lalu berbelok sehingga kamu tidak akan pernah sampai ke tujuan. Tapi ibu tidak seperti itu. Ibu percaya zaman memberikan kamu kemampuan lain untuk menghadapi bahaya-bahaya yang juga sudah berbeda. Jadi ibu akan bercerita. Tetapi apa kamu siap menerima kebenaran walaupun itu tidak menyenangkan? Maksud Ibu? Lelaki sejati anakku, mungkin tidak seperti yang kamu bayangkan. Kenapa tidak? Sebab di dalam mimpi, kamu sudah dikacaukan oleh bermacam-macam harapan yang meluap dari berbagai kekecewaan terhadap laki-laki yang tak pernah memenuhi harapan perempuan. Di situ yang ada hanya perasaan keki. Apakah itu salah? Ibu tidak akan bicara tentang salah atau benar. Ibu hanya ingin kamu memisahkan antara perasaan dan pikiran. Antara harapan dan kenyataan. Aku selalu memisahkan itu. Harapan adalah sesuatu yang kita inginkan terjadi yang seringkali bertentangan dengan apa yang kemudian ada di depan mata. Harapan menjadi ilusi, ia hanya bayang-bayang dari hati. Itu aku mengerti sekali. Tetapi apa salahnya bayang-bayang? Karena dengan bayang-bayang itulah kita tahu ada sinar matahari yang menyorot, sehingga berkat kegelapan, kita bisa melihat bagian-bagian yang diterangi cahaya, hal-hal yang nyata yang harus kita terima, meskipun itu bertentangan dengan harapan. Ibunya tersenyum. Jadi kamu masih ingat semua yang ibu katakan? Kenapa tidak? Berarti kamu sudah siap untuk melihat kenyataan? Aku siap. Aku tak sabar lagi untuk mendengar. Tunjukkan padaku bagaimana laki-laki sejati itu. Ibu memejamkan matanya. Ia seakan-akan mengumpulkan seluruh unsur yang berserakan di mana-mana, untuk membangun sebuah sosok yang jelas dan nyata. Laki-laki yang sejati, anakku katanya kemudian, adalah… tetapi ia tak melanjutkan. Adalah? Adalah seorang laki-laki yang sejati. Ah, Ibu jangan ngeledek begitu, aku serius, aku tak sabar. Bagus, Ibu hanya berusaha agar kamu benar-benar mendengar setiap kata yang akan ibu sampaikan. Jadi perhatikan dengan sungguh-sungguh dan jangan memotong, karena laki-laki sejati tak bisa diucapkan hanya dengan satu kalimat. Laki-laki sejati anakku, lanjut ibu sambil memandang ke depan, seakan-akan ia melihat laki-laki sejati itu sedang melangkah di udara menghampiri penjelmaannya dalam kata-kata. Laki-laki sejati adalah… Laki-laki yang perkasa?! Salah! Kan barusan Ibu bilang, jangan menyela! Laki-laki disebut laki-laki sejati, bukan hanya karena dia perkasa! Tembok beton juga perkasa, tetapi bukan laki-laki sejati hanya karena dia tidak tembus oleh peluru tidak goyah oleh gempa tidak tembus oleh garukan tsunami, tetapi dia harus lentur dan berjiwa. Tumbuh, berkembang bahkan berubah, seperti juga kamu. O ya? Bukan karena ampuh, bukan juga karena tampan laki-laki menjadi sejati. Seorang lelaki tidak menjadi laki-laki sejati hanya karena tubuhnya tahan banting, karena bentuknya indah dan proporsinya ideal. Seorang laki-laki tidak dengan sendirinya menjadi laki-laki sejati karena dia hebat, unggul, selalu menjadi pemenang, berani dan rela berkorban. Seorang laki-laki belum menjadi laki-laki sejati hanya karena dia kaya-raya, baik, bijaksana, pintar bicara, beriman, menarik, rajin sembahyang, ramah, tidak sombong, tidak suka memfitnah, rendah hati, penuh pengertian, berwibawa, jago bercinta, pintar mengalah, penuh dengan toleransi, selalu menghargai orang lain, punya kedudukan, tinggi pangkat atau punya karisma serta banyak akal. Seorang laki-laki tidak menjadi laki-laki sejati hanya karena dia berjasa, berguna, bermanfaat, jujur, lihai, pintar atau jenius. Seorang laki-laki meskipun dia seorang idola yang kamu kagumi, seorang pemimpin, seorang pahlawan, seorang perintis, pemberontak dan pembaru, bahkan seorang yang arif-bijaksana, tidak membuat dia otomatis menjadi laki-laki sejati! Kalau begitu apa dong? Seorang laki-laki sejati adalah seorang yang melihat yang pantas dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang pantas dibuat, karena itu dia berpikir yang pantas dipikir, berkelakuan yang pantas dilakukan dan hidup yang sepantasnya dijadikan kehidupan. Perempuan muda itu tercengang. Hanya itu? Seorang laki-laki sejati adalah seorang laki-laki yang satu kata dengan perbuatan! Orang yang konsekuen? Lebih dari itu! Seorang yang bisa dipercaya? Semuanya! Perempuan muda itu terpesona. Apa yang lebih dari yang satu kata dan perbuatan? Tulus dan semuanya? Ahhhhh! Perempuan muda itu memejamkan matanya, seakan-akan mencoba membayangkan seluruh sifat itu mengkristal menjadi sosok manusia dan kemudian memeluknya. Ia menikmati lamunannya sampai tak sanggup melanjutkan lagi ngomong. Dari mulutnya terdengar erangan kecil, kagum, memuja dan rindu. Ia mengalami orgasme batin. Ahhhhhhh, gumannya terus seperti mendapat tusukan nikmat. Aku jatuh cinta kepadanya dalam penggambaran yang pertama. Aku ingin berjumpa dengan laki-laki seperti itu. Katakan di mana aku bisa menjumpai laki-laki sejati seperti itu, Ibu? Ibu tidak menjawab. Dia hanya memandang anak gadisnya seperti kasihan. Perempuan muda itu jadi bertambah penasaran. Di mana aku bisa berkenalan dengan dia? Untuk apa? Karena aku akan berkata terus-terang, bahwa aku mencintainya. Aku tidak akan malu-malu untuk menyatakan, aku ingin dia menjadi pacarku, mempelaiku, menjadi bapak dari anak-anakku, cucu-cucu Ibu. Biar dia menjadi teman hidupku, menjadi tongkatku kalau nanti aku sudah tua. Menjadi orang yang akan memijit kakiku kalau semutan, menjadi orang yang membesarkan hatiku kalau sedang remuk dan ciut. Membangunkan aku pagi-pagi kalau aku malas dan tak mampu lagi bergerak. Aku akan meminangnya untuk menjadi suamiku, ya aku tak akan ragu-ragu untuk merayunya menjadi menantu Ibu, penerus generasi kita, kenapa tidak, aku akan merebutnya, aku akan berjuang untuk memilikinya. Dada perempuan muda itu turun naik. Apa salahnya sekarang wanita memilih laki-laki untuk jadi suami, setelah selama berabad-abad kami perempuan hanya menjadi orang yang menunggu giliran dipilih? Perempuan muda itu membuka matanya. Bola mata itu berkilat-kilat. Ia memegang tangan ibunya. Katakan cepat Ibu, di mana aku bisa menjumpai laki-laki itu? Bunda menarik nafas panjang. Gadis itu terkejut. Kenapa Ibu menghela nafas sepanjang itu? Karena kamu menanyakan sesuatu yang sudah tidak mungkin, sayang. Apa? Tidak mungkin? Ya. Kenapa? Karena laki-laki sejati seperti itu sudah tidak ada lagi di atas dunia. Oh, perempuan muda itu terkejut. Sudah tidak ada lagi? Sudah habis. Ya Tuhan, habis? Kenapa? Laki-laki sejati seperti itu semuanya sudah amblas, sejak ayahmu meninggal dunia. Perempuan muda itu menutup mulutnya yang terpekik karena kecewa. Sudah amblas? Ya. Sekarang yang ada hanya laki-laki yang tak bisa lagi dipegang mulutnya. Semuanya hanya pembual. Aktor-aktor kelas tiga. Cap tempe semua. Banyak laki-laki yang kuat, pintar, kaya, punya kekuasaan dan bisa berbuat apa saja, tapi semuanya tidak bisa dipercaya. Tidak ada lagi laki-laki sejati anakku. Mereka tukang kawin, tukang ngibul, semuanya bakul jamu, tidak mau mengurus anak, apalagi mencuci celana dalammu, mereka buas dan jadi macan kalau sudah dapat apa yang diinginkan. Kalau kamu sudah tua dan tidak rajin lagi meladeni, mereka tidak segan-segan menyiksa menggebuki kaum perempuan yang pernah menjadi ibunya. Tidak ada lagi laki-laki sejati lagi, anakku. Jadi kalau kamu masih merindukan laki-laki sejati, kamu akan menjadi perawan tua. Lebih baik hentikan mimpi yang tak berguna itu. Gadis itu termenung. Mukanya nampak sangat murung. Jadi tak ada harapan lagi, gumamnya dengan suara tercekik putus asa. Tak ada harapan lagi. Kalau begitu aku patah hati. Patah hati? Ya. Aku putus asa. Kenapa mesti putus asa? Karena apa gunanya lagi aku hidup, kalau tidak ada laki-laki sejati? Ibunya kembali mengusap kepala anak perempuan itu, lalu tersenyum. Kamu terlalu muda, terlalu banyak membaca buku dan duduk di belakang meja. Tutup buku itu sekarang dan berdiri dari kursi yang sudah memenjarakan kamu itu. Keluar, hirup udara segar, pandang lagit biru dan daun-daun hijau. Ada bunga bakung putih sedang mekar beramai-ramai di pagar, dunia tidak seburuk seperti yang kamu bayangkan di dalam kamarmu. Hidup tidak sekotor yang diceritakan oleh buku-buku dalam perpustakaanmu meskipun memang tidak seindah mimpi-mimpimu. Keluarlah anakku, cari seseorang di sana, lalu tegur dan bicara! Jangan ngumpet di sini! Aku tidak ngumpet! Jangan lari! Siapa yang lari? Mengurung diri itu lari atau ngumpet. Ayo keluar! Keluar ke mana? Ke jalan! Ibu menunjuk ke arah pintu yang terbuka. Bergaul dengan masyarakat banyak. Gadis itu termangu. Untuk apa? Dalam rumah kan lebih nyaman? Kalau begitu kamu mau jadi kodok kuper! Tapi aku kan banyak membaca? Aku hapal di luar kepala sajak-sajak Kahlil Gibran! Tidak cukup! Kamu harus pasang omong dengan mereka, berdialog akan membuat hatimu terbuka, matamu melihat lebih banyak dan mengerti pada kelebihan-kelebihan orang lain. Perempuan muda itu menggeleng. Tidak ada gunanya, karena mereka bukan laki-laki sejati. Makanya keluar. Keluar sekarang juga! Keluar? Ya. Perempuan muda itu tercengang, suara ibunya menjadi keras dan memerintah. Ia terpaksa meletakkan buku, membuka earphone yang sejak tadi menyemprotkan musik R & B ke dalam kedua telinganya, lalu keluar kamar. Matahari sore terhalang oleh awan tipis yang berasal dari polusi udara. Tetapi itu justru menolong matahari tropis yang garang itu untuk menjadi bola api yang indah. Dalam bulatan yang hampir sempurna, merahnya menyala namun lembut menggelincir ke kaki langit. Silhuet seekor burung elang nampak jauh tinggi melayang-layang mengincer sasaran. Wajah perempuan muda itu tetap kosong. Aku tidak memerlukan matahari, aku memerlukan seorang laki-laki sejati, bisiknya. Makanya keluar dari rumah dan lihat ke jalanan! Untuk apa? Banyak laki-laki di jalanan. Tangkap salah satu. Ambil yang mana saja, sembarangan dengan mata terpejam juga tidak apa-apa. Tak peduli siapa namanya, bagaimana tampangnya, apa pendidikannya, bagaimana otaknya dan tak peduli seperti apa perasaannya. Gaet sembarang laki-laki yang mana saja yang tergapai oleh tanganmu dan jadikan ia teman hidupmu! Perempuan muda itu tecengang. Hampir saja ia mau memprotes. Tapi ibunya keburu memotong. Asal, lanjut ibunya dengan suara lirih namun tegas, asal, ini yang terpenting anakku, asal dia benar-benar mencintaimu dan kamu sendiri juga sungguh-sungguh mencintainya. Karena cinta, anakku, karena cinta dapat mengubah segala-galanya. Perempuan muda itu tercengang. Dan lebih dari itu, lanjut ibu sebelum anaknya sempat membantah, lebih dari itu anakku, katanya dengan suara yang lebih lembut lagi namun semakin tegas, karena seorang perempuan, anakku, siapa pun dia, dari mana pun dia, bagaimana pun dia, setiap perempuan, setiap perempuan anakku, dapat membuat seorang lelaki, siapa pun dia, bagaimana pun dia, apa pun pekerjaannya bahkan bagaimana pun kalibernya, seorang perempuan dapat membuat setiap lelaki menjadi seorang laki-laki yang sejati! *** Denpasar, akhir 2004 Source
83% found this document useful 24 votes84K views35 pagesDescriptionKumpulan Cerpen Putu WijayaCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?83% found this document useful 24 votes84K views35 pagesKumpulan Cerpen Putu Wijaya You're Reading a Free Preview Pages 7 to 16 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 20 to 22 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 26 to 32 are not shown in this preview.
cerpen mimpi karya putu wijaya